Definisi Tawassul Secara Bahasa
Wasīlah berasal dari kata وَسَل yang berarti المَنْزِل عِنْدَ الملك (kedudukan di sisi penguasa), atau juga bisa berarti الدَرَجَة (derajat atau kedudukan), atau berarti القُرْبَة (kedekatan), وَسَل فُلَان إِلَى اللهِ إِذَا عَمِل عَمَلا تَقَرّبَ بِه إِلَيه (fulan di katakan ber-wasīlah kepada Allah I jika ia mengerjakan amalan yang dapat mendekatkan diri kepada Allah I). وَتَوَسّل إِلَيْه بِوَسِيلةٍ إِذَا تَقَرّبَ إِلَيْهِ بِعَمَلِه (dan bertawassul kepada-Nya dengan wasīlah jika mendekatkan diri kepada-Nya dengan suatu amalan).[1]
Ibnul Atsir mengatakan, “Al-Washīl” adalah ar-Raghīb (orang yang menjadi perantara) adalah orang yang dicintai. Dan wasīlah adalah al-qurbah wal wasīṭah wa mā yatawassalu bihi ‘ilas syai’i wa yataqarrabu ‘ilaihi (mendekatkan diri kepada Allah I, perantara, dan sesuatu yang dijadikan perantara untuk mendekatkan diri kepada sesuatu)”.[2]
Al-Fairuz Abadi juga menyebutkan وسَّل إلى الله تَوسِيْلا yaitu mengerjakan perbuatan yang dapat digunakan untuk mendekatkan diri kepada Allah I.[3]
Ar-Raghib al-Asfahni berkata: الوَسِيْلَة adalah jalan masuk menuju sesuatu dengan kecintaan dan kesungguhan, الوَسِيْلَة lebih khusus dari pada الوَصِيْلَة karena الوَسِيْلَة mengandung makna الرَغْبَة atau kecintaan dan kesungguhan. Allah I berfirman: وَابْتَغُوْا إِلَيْهِ الْوَسِيْلَةَ carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya. Dan hakekat الْوَسِيْلَة kepada Allah I adalah menjaga jalannya dengan amal dan ibadah dan memilih kemuliaan-kemuliaan syari’at, sedangkan wasīl adalah ar-raghīb atau orang yang memohon dengan sungguh-sungguh kepada Allah I.[4]
Kata tawassul ini menurut penelitain Nashiruddin al-Albani, berasal dari bahasa arab asli, disebut di dalam al-Qur’an, hadits, pembicaraan orang Arab, dan syair-syair, yang artinya mendekatkan (taqarrub) kepada yang dituju dan mencapainya dengan keinginan yang lurus.[5]
[1] Ibnu Manzhur, Lisān al-‘Arab, vol. XI, cet. I, (Beirut: Dār aṣ- Ṣadir, 1990), p.4837
[2] Majdudin al-Jazari, an-Nihayah fī Gharīb al-Hadīts Wal Asār, cet. I, (Saudi Arabia: Dār Ibnu al-Jauzi, Jumadil Ula 1421 H), p. 972
[3] Muhammad al-Fairuz Abadi, al-Qamūs al-Muḥīt, Cet. I, vol. III, (Beirut-Lebanon: Dār al-Kutub al-Ilmiyah, 1995 M / 1415 H), p.634.
[4] Abi al-Qasim Husain bin Muhammad Ragib al-Ashfahani, Al-Mufradāt f ī Gharīb Al-Qur’an, (Beirut, Lebanon: Dār al-Ma’rifah), p. 523-524.
[5] Muhammad Nasiruddin al-Albani, At-Tawasul Anwā’uhu wa Ahkāmuhu, Cet, V, (Beirut-Lebanon: al-Maktab al-Islami, 1983 M / 1404 H), p. 19