Mengapa Tauhid Dibagi Menjadi Tiga?

إِنَّالْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنِ اهْتَدَى بِهُدَاهُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ.

يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ.

Read More

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِيْ تَسَآءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا.

يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا. أَمَّابَعْدُ؛

فَإِنْ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللهَ، وَخَيْرَ الهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَشَّرَ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ

Dalam masalah penjelasan para Ulama’ tentang Tauhid itu dibagi dalam tiga topik pembahasan, ini dapat kita merujuk kepada kitab Al Qaulus Sadid Syarah Kitabut Tauhid, karya Al Allamah Abdurrahman bin Nashir As Sa’di rahimahullah. Bisa juga pembahasan Tauhid itu dibagi dalam dua topik sebagaimana yang diuraikan dalam Fat-hul Majid Dan semua itu hanyalah cara para Ulama’ dalam menjelaskan masalah Tauhid ini, agar Ummat mengerti tentangnya.

Sekarang kita buktikan satu-persatu dari ketiga topik pembahasan Tauhid ini betkenaan dengan Allah Ta’ala. Kita lihat saja Al Qur`an Surat Al Fatihah, yang selalu kita baca dalam setiap raka’at shalat kita. Di sana ada keterangan tentang ketiga topik pembahasan Tauhid tersebut. Lihatlah bagaimana Allah mengajari kita dengan lafadl yang terindah untuk memuji diriNya.

Allah Ta’ala berfirman :

“Segala puji bagi Allah, Rabb bagi sekalian alam semesta” (QS. Al Fatihah : 1)

Allah adalah Rabb bagi sekalian alam semesta. Artinya Allah adalah Pencipta, Pemilik, Penguasa, Pengatur sekalian alam semesta. Kita disuruh memujiNya dengan menyebut sifat RububiahNya. Ini masuk dalam katagori  Tauhid Rububiah

“Dia Yang Bernama Ar Rahman (Maha Pengasih) dan juga bernama Ar Rahim (Maha Penyayang)”. (QS. Al Fatihah : 2)

Yang ini masuk dalam kategori Tauhid Al Asma’ Was Sifat.

“Dia adalah Pemilik dan Raja Diraja satu-satunya di hari kiamat” (QS. Al Fatihah : 3)

Disaat semua makhluq hancur, langit dan bumi dan segenap penduduknya, kecuali Arsy dan KursiNya, Para Malaikat pembawa ArsyNya, dan Surga dan NerakaNya serta penghuni keduanya. Mereka semua dikecualikan oleh Allah dari kehancuran seluruh makhluqNya di hari kiamat. Ini adalah penegasan sifat RububiyahNya, bahwa Dia bukan saja sebagai Rabb alam semesta ini. Akan tetapi Dia adalah Rabb di segenap alam yang lainnya, sampaipun Dia juga Rabb disaat kehancuran yang sangat mengerikan di hari kiamat. Maka ayat ini mengajari kita betapa sempurnanya sifat Rububiyah Allah, dan kita disuruh mengikrarkan pengakuan kita kepada sifatNya ini dalam rangka menyanjungNya dan memuliakanNya.

Kemudian firman-Nya :

“Hanya kepadaMu Ya Allah, kami beribadah dan hanya kepadaMu pula kami meminta tolong” (QS. Al Fatihah : 4)

Ayat ini mengajari kita untuk mengikrarkan di hadapan Allah,  Tauhid Uluhiyah Dimana kita dihadapan Allah dalam shalat kita mengikrarkan bahwa kita hanya beribadah kepadaNya dan minta tolong hanya kepadaNya saja.

Kemudian setelah kita diajari menyanjung dan memuji Allah Ta’ala serta mengikrarkan Tauhid Rububiyah, Asma’ was Sifat, dan Uluhiyah, kita diajari oleh Allah Ta’ala berdo’a meminta kepadaNya sesuatu yang paling utama dalam hidup di dunia ini. Yaitu hidayahNya (PetunjukNya).

Allah Ta’ala berfirman :

“Tunjukilah kami Ya Allah, jalan yang lurus” (QS. Al Fatihah : 5)

Ibnul Qayyim rahimahullah menerangkan bahwa shirath (jalan yang lurus) di ayat ini adalah Syari’atNya. Sebagaimana dinyatakan dalam firmanNya :

Sebagaimana firman Allah Ta’ala :

“Dan bahwa jalan ini adalah shirathkKu (JalanKu) yang lurus”. (QS. Al An’am : 153)

Juga firmanNya dalam Al Qur’an Surat Asy Syura ayat 53 :

“Dan sesungguhnya engkau (hai Muhammad) membimbing manusia ke shirat yang mustaqim (agama yang benar) yaitu shiratullah (agama Allah)”.

Maka hidayah di sini ialah keterangan dan penunjukan kepada kebenaran. Kemudian setelah itu Taufiq dan ilham. Sedangkan untuk mencapai keterangan dan penunjukan kepada kebenaran itu haruslah diambil dari Rasulullah. Maka bila seorang telah mendapatkan ilmu dari apa yang diajarkan oleh Rasulullah (yakni keterangan dan penunjukan kepada kebenaran), terbukalah peluang baginya untuk mendapatkan Al Hidayah dan At Taufiq. Yaitu Allah jadikan dalam hatinya keimanan kepada kebenaran ilmu itu dan kemudian mencintainya dan dijadikan dalam hatinya rasa keindahan hidup dibawah bimbingan ajaran Rasul itu. Sehingga dia sangat mengutamakannya atas ajaran yang lainnya dan ridho dengan segala yang diputuskan dalam ajaran tersebut dan dia senang untuk beramal dengannya. Kemudian Allah jadikan kita merasa sangat perlu menjalankan ajaran Rasul itu secara dhahir dan batin dan Allah jadikan kekuatan untuk kita dapat menjalankannya serta istiqamah terus-menerus di atas jalan itu sampai mencapai “Husnul Khatimah”. Dengan sebab itu, kita mengerti betapa pentingnya kita selalu berdo’a kepada Allah di setiap rakaat shalat kita dengan membaca ayat ini. Demikian Ibnu Qayyim menerangkan dalam Bada’i ut Tafsir.

Dari keterangan ini kita dapat memahami bahwa Allah merahmati kita dengan membimbing kita untuk meminta yang paling mahal dalam hidup ini. Sifat RahmatNya ditunjukkan kepada kita dengan diturunkannya ayat ini untuk menjadi lafadl do’a dalam shalat kita. Maka ayat ini adalah bimbingan untuk pembuktian kongkrit keyakinan kita kepada Tauhid Al Asma’ was Sifat. Demikian itu pula seorang Muslim dalam menjalankan  memperbaiki dirinya dengan ilmu dan amal, sebelum meperbaiki diri orang lain.

Kemudian kita disuruh berdo’a minta SHIRATHAL MISTAQIM yang telah diamalkan oleh orang-orang yang diberi ni’mat oleh Allah dengan Iman dan Islam :

Allah Ta’ala berfirman :

“Yaitu jalannya orang-orang yang telah Engkau beri nikmat atas mereka” (QS. Al Fatihah : 6)

Allah Ta’ala telah menegaskan tentang siapakah orang-orang yang telah diberi nikmat itu. Allah Ta’ala berfirman :

“Dan barangsiapa yang menta’ati Allah dan RasulNya, maka mereka itu di akherat akan bersama para Nabi dan para Shiddiqin dan para Syuhada dan orang- yang shaleh. Mereka itu adalah sebaik-baik teman”. (QS. An Nisa’ : 69)

Jadi Allah Ta’ala mewajibkan kita untuk berdo’a kepadaNya agar kita diberi semangat dan kekuatan untuk mencintai dan mengikuti jejak empat golongan manusia, yaitu :

1. Para Nabi, yang dipimpin oleh Nabi Muhammad shallahu ‘alaihi wa aalihi wa sallam.

2. Para Shiddiqin, yaitu orang-orang yang beriman secara total kepada apa yang datang dari Nabi atau para Nabi itu. Yaitu para Shahabat setiap Nabi dan di ummat ini ditambah lagi dengan para Tabi’in (murid-murid para Shahabat itu) dan para Tabi’it Tabi’in ( para murid kalangan Tabi’in itu), mereka dinamakan Salafus Shaleh. Dan mereka dipuji keimanan mereka oleh Allah dalam Al Qur’an dan dipuji oleh Nabi shallahu ‘alaihi wa aalihi wasallam dalam As Sunnah As Shahihah.

3. Para Syuhada’, yaitu orang-orang yang mati dalam keadaan beriman yang sesungguh-sungguhnya kepada Allah Ta’ala dan kepada RasulNya. Sebagaimana telah disebutkan mereka itu dalam QS. Fusshilat ayat 30 :

“Sesungguhnya orang-orang yg menyatakan bahwa Tuhan sesembahan kami hanyalah Allah, kemudian beristiqamah di atas keimanan itu sampai mati, akan turun kepadanya para malaikat di saat menjelang kematiannya dan semua malaikat itu menyatakan : Jangan kamu takut dan jangan kamu sedih dengan kematian ini dan bergembiralah kamu dengan surga yang dijanjikan bagimu”.

4. Para Shalihin, yaitu orang-orang yang selalu memperbaiki perangainya dalam keadaan tersembunyi atau di hadapan orang lain. Dia selalu berusaha tunduk kepada Syari’ah Allah Ta’ala dan selalu segera bertaubat atas segala dosa-dosa yang dilakukannya.

Mereka empat golongan inilah orang-orang yang menjadi teladan kita dalam menempuh Shirathal Mustaqim. Maka dengan do’a di ayat ini, kita disuruh mengikrarkan dihadapan Allah Ta’ala bahwa Dia Allah satu-satunya pihak yang memberi hidayah untuk kita dapat menempuh Shirathal Mustaqim dan Dia satu-satunya Dzat Yang membimbing kita kepada jalan hidup hamba-hambaNya yang dicintaiNya.

Demikian saya saripatikan dari kitab Bada’iut Tafsir Ibnul Qayyim, Mu’jam Mufradat Alfadhil Qur’an Ar Raghib Al Asfahani, Tafsir Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah.

Kemudian Allah Ta’ala juga membimbing kita untuk melafadlkan do’a kepadaNya, untuk berlindung dari kesesatan pengamalan agama yang dibenci olehNya.

Allah Ta’ala berfirman :

“Jangan Engkau biarkan aku Ya Allah untuk menempuh jalannya orang-orang yang Engkau Murkai dan jangan pula jalannya orang-orang yang sesat” (QS. Al Fatihah : 7)

Di ayat ini Allah mengajari kita untuk berlindung kepadaNya dari dua jalan yang dibencinya, yaitu :

1. Al Maghdlubi alaihim (yakni orang-orang yang dimurkai), yaitu jalannya orang-orang Yahudi, dimana mereka itu berilmu dengan ilmu agama Allah, tapi mereka tidak beramal dengannya. Hal ini telah dinyatakan oleh Allah Ta’ala dalam firmanNya sebagai berikut :

“Katakan hai Muhammad : Wahai Ahlul Kitab, apakah kalian memusuhi kami hanya karena kami beriman kepada Allah dan beriman kepada apa yang telah diturunkan kepada kami dan juga kami beriman kepada apa yang telah diturunkan kepada Nabi-nabi sebelumnya. Dan sesungguhnya kebanyakan dari kalian Ahlul Kitab adalah orang-orang fasiq. Katakanlah : Maukah aku beritahu kalian dengan kejahatan kalian yang lebih dahsyat dari yang disebutkan di atas, menurut pandangan Allah ? Yaitu orang-orang dari kalian yang telah dikutuk oleh Allah dan Allah Murka atas mereka dan dijadikan dari sebagian orang-orang dimurkai itu berubah bentuk jadi monyet-monyet dan babi-babi dan orang-orang yang menyembah para thaghut. Mereka itu adalah manusia-manusia yang sejelek-jelek derajatnya dan gerombolan orang yang paling sesat jalan hidupnya”. (QS. Al Maidah : 59 – 60)

2. Adh Dhalin (yakni orang-orang yang sesat), yaitu jalannya orang-orang Nashara, dimana mereka itu mempunyai semangat untuk beramal tapi tidak di atas ilmu agama Allah. Hal ini telah dinyatakan oleh Allah Ta’ala dalam firmanNya berikut ini :

“Katakanlah : Wahai Ahlul Kitab, janganlah kalian bersikap ghuluw (yakni melampaui batas) dalam kalian beragama dengan cara yang tidak benar. Dan janganlah kalian mengikuti hawa nafsu kaum-kaum yang telah sesat sebelumnya dan telah banyak menyesatkan orang, dan mereka telah sesat dari jalan yang benar”. (QS. AL Maidah : 77)
Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa aalihi wasallam bersabda :

“Maka sesungguhnya orang-orang Yahudi itu adalah al maghdhubi alaihim (yakni yang dimurkai Allah) dan sesungguhnya orang-orang Nashara adalah orang-orang yangdhalal (yakni sesat)”. Hadits Hasan Riwayat At Tirmidzi (hadits no : 2953).

Demikianlah Allah Ta’ala mengajari kita untuk melafadlkan do’a yang paling sempurna untuk membimbing kita kepada Tauhid yang sempurna. Dan do’a ini diakhiri dengan do’a yang mendidik kita kepada cinta kepada hamba-hamba Allah yang dicintaiNya karena ta’at kepadaNya dan membenci hamba-hambaNya yang durhaka kepadaNya….

Wallahu a’lam bis shawab.

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *