Banyak diantara kita yang tidak mengetahui peristiwa peristiwa besar yang terjadi pada bulan Shafar. Dan pada kesempatan kali ini kita akan membahas 11 peristiwa besar yang pernah terjadi di bulan Shafar
Bulan ini dinamakan dengan Shafar karena perkampungan Arab Shifr (kosong) dari penduduk, karena mereka keluar untuk perang. Ada yang mengatakan bahwa dinamakan dengan Shofar karena dulunya bangsa Arab memerangi berbagai kabilah sehingga kabilah yang mereka perangi menjadi Shifr (kosong) dari harta benda.
11 Kejadian penting di bulan Shafar :
1. Rasulullah menikah dengan Khadijah
Sekembalinya Rasulullah dari Syam ke Mekkah karena urusan perdagangan, Siti Khadijah melihat beliau adalah orang yang sangat amanah dalam mengelola dagangannya. Ditambah lagi dengan kesaksian dari budak laki-laki miliknya, Maysarah, bahwa Muhammad bin Abdullah (SAW) adalah seorang yang mempunyai sikap lemah lembut, perkataannya jujur, berakhlak mulia juga mempunyai metode berdagang yang amanah.
Maka Siti Khadijah pun seolah-olah sudah tahu, kepada siapa ia akan memberikan hatinya. Karena sebelumnya banyak juga dari bangsawan-bangsawan Quraisy yang datang melamarnya, namun ia menolak mereka semua.
Melalui Nafisah binti Muniyyah, Siti Khadijah menceritakan perasaannya tersebut dan meminta Nafisah untuk menyampaikannya kepada Nabi Muhammad SAW.
Setelah berunding dengan paman-paman Rasulullah, maka Rasulullah bersama paman-paman beliau pun berangkat untuk melamar Khadijah. Tidak lama setelah itu, pesta pernikahan dilangsungkan. Proses pernikahan ini dihadiri oleh para kerabat Nabi dari kalangan Bani Hasyim dan para pembesar kabilah Mudhar.
Dalam pernikahan ini, Rasulullah memberikan mahar berupa 20 ekor unta muda.
2. Peristiwa Al Abwa
Peristiwa Al-Abwa atau Waddan adalah pertempuran pertama yang melibatkan kaum Muslimin dan Rasulullah SAW. Sebetulnya lebih tepat disebut dengan penyergapan, dimana penyergapan inilah yang kemudian menyebabkan terjadinya Perang Badar Al-Kubra.
Pertempuran yang terjadi di Waddan ini hanyalah pertempuran kecil, ianya hanya saling menembakkan anak panah tanpa jatuhnya korban.
Yang melatarbelakangi kejadian ini adalah pembalasan kaum Muslimin terhadap penindasan dan perampasan harta-harta mereka yang diambil oleh kaum kafir Quraisy ketika di Mekkah. Maka ketika kaum Muslimin mengetahui bahwa ada kafilah dagang milik Abu Sufyan melintas di dekat kota Madinah, mereka langsung berinisiatif untuk menyergap. Namun, Abu Sufyan rupanya sudah tahu rencana itu dan sudah meminta bantuan kepada kaum Quraisy yang ada di Mekkah.
Pasukan yang diminta oleh Abu Sufyan inilah yang kelak berjumpa dengan pasukan kaum Muslimin di Perang Badar Al-Kubra.
3. Peristiwa Bi’ru Ma’unah
Amir bin Malik yang dikenal dengan Mula‘ibul Asnah datang kepada Nabi saw. Kemudian Nabi SAW menawarkan Islam kepadanya, tetapi dia tidak menerima, juga tidak menolak Islam. Dia hanya berkata kepada Nabi SAW, “Hai Muhammad, utuslah beberapa orang sahabatmu ke Nejd untuk berdakwah di sana. Saya yakin mereka akan menyambut agamamu!“ Nabi SAW menjawab :“Aku khawatir penduduk Nejd akan menyerang mereka.“ Amir berusaha meyakinkan, “Utuslah saja, aku yang akan melindungi dan menjamin mereka. Biarlah mereka mengajak kepada agamamu.“
Kemudian Nabi SAW mengutus 70 sahabat pilihannya. Pengiriman para da’i ini menurut riwayat Ibnu Ishaq dan Ibnu Katsir, dilakukan empat bulan setelah perang Uhud. Maka berangkatlah mereka hingga sampai di Bi‘ru Ma‘unah (nama sebuah desa).
Ketika sampai di tempat ini, diutuslah Haram bin Milham salah seorang dari delegasi da’i tersebut untuk menyampaikan surat Nabi saw kepada Amir bin Thufail. Belum sampai surat itu dibacanya, Amir bin Thufail langsung membunuh Haram bin Milhan. Menurut riwayat Bukhri dari Anas bin Malik bahwa ketika Haram bin Milhan ditikam dan darahnya muncrat di wajahnya, ia berteriak, “Aku telah sukses demi Rabb Ka‘bah“.
Kemudian Amir bin Thufail menggerakkan Bani Amir untuk menyerang pada da’i yang lainnya, tetapi Bani Amir menolaknya dan berkata :“Kami tidak akan mengkhianati Abu Barra‘ (Amir bin Malik)“. Lalu Amir bin Thufail meminta bantuan kepada kabilah-kabilah Sulaim dari suku Ushaiyyah, Ra‘I dan Dzakwan. Kabilah-kabilah ini menyambut ajakan Amir bin Thufail lalu mengepung dan menyerang mereka. Para da’i itu berusaha melakukan perlawanan tetapi tidak berdaya sampai semuanya gugur terbunuh.
Rasulullah saw merasakan kesedihan yang mendalam atas kematian delegasi da’i yang semuanya itu adalah sahabat beliau, sehingga selama sebulan penuh Rasulullah SAW melakukan qunut di shalat subuh mendoakan kecelakaan atas kabilah Ra’i, Dzakwan, Bani Lihyan dan Ushaiyyah.
4. Momen Pengepungan di Khats’am
Peristiwan ini jatuh pada bln. Shafar th. 9 H. Ibnu Mas’ud berkata, “Mereka bercerita :
Rasulullah saw mengutus Qutbah bin Aamir dengan dua puluh orang ke distrik dari lokasi Khast’am pinggir Tabbaalah. Nabi memerintahkannya untuk mengepung tempat itu. Merekapun keluar dengan berbekal sepuluh onta. Mereka manawan seseorang lelaki serta menginterogasinya. Namun bhs orang itu tidak bisa dipahami serta dia berteriak-teriak. Lantaran membahayakan merekapun memenggal lehernya. Saat masyarakat al-Hadiroh sudah tertidur lelap, pengepunganpun dikerjakan, hingga terjadi pertempuran yang sengit, banyak yang terluka dari ke-2 iris pihak. Qutbah bin Aamir memerangi siapapun yang melawan. Ternak, wanita serta apa pun yang dapat dibawa digiring ke Madinah. Diceritakan kalau lawan berkumpul untuk menyusul serta ikuti jejak mereka, namun Allah swt kirim banjir bandang yang mencegat mereka untuk dapat hingga pada beberapa teman dekat serta apa yang mereka bawa. Golongan itu cuma dapat memandang sampai rombongan menghilang dari pandangan mereka, tidak bisa menyeberang (Zaadul Maad).
5. Pengangkatan Usamah Bin Zaid
Pada bln. safar Rasulullah menyiapkan golongan muslimin untuk berperang. Pasukan golongan muslimin yang sejumlah 3000 ribu serta didalamnya ada banyak teman dekat. Rasulullah memerintahkan untuk pergi ke tanah al-Balqa yang ada di Syam, persisnya tempat gugur (syahidnya) Zaid bin Haritsah. Esok hari, 29 Safar th. 11 H atau 24 Mei 632 Rasululllah memanggil Usamah bin Zaid agar menghadap beliau. Sesudah Usamah menghadap, Nabi mengangkatnya jadi panglima perang untuk memimpin pasukan yang bakal diberangkatkan itu.
Nabi bersabda, “Pergilah anda ke tempat terbunuhnya bapakmu, injaklah mereka dengan kuda. Saya menyerahkan pimpinan ini padamu, jadi perangilah masyarakat Ubna saat pagi hari serta bakarlah (hancur binasakanlah) mereka. Cepatlah anda pergi, sebelumnya berita ini terdengar oleh mereka. Bila Allah berikan kemenangan padamu atas mereka, jangan sampai anda berlama-lama berbarengan mereka. Bawalah bersamamu beberapa panduan jalan serta dahulukanlah mata-matamu. ”
Usamah Bin Zaid yaitu teman dekat Rasulullah saw yang masihlah belia usianya. Disebutkan belia lantaran umur Usamah saat diangkat jadi panglima perang belum meraih 20 th.. Usamah diangkat jadi panglima perang telah dalam keadaan menikah serta siap perang.
6. Jatuhnya kota Baghdad ke tangan Hulakhu Khan
Kota Baghdad yang pada saat itu jadi pusat pemerintahan Daulah Bani Abasiyah sungguh kehilangan daya. Pada tanggal 9 safar th. 565 H/14 februari 1258 M, tentara Mongol yang berkekuatan sekitaran 200. 000 orang tiba di satu diantara pintu Baghdad. Khalifah Al-Mu’tashim, penguasa paling akhir Bani Abbasiyah di Baghdad benar-benar tak berdaya serta tak dapat membendung tentara Hulughu Khan. Tentara tar tar ini membantai dan menghancurkan semua isi kota Baghdad termasuk juga product Ilmu dan pengetahuan. Jatuhnya kota Baghdad yang mengisyaratkan robohnya Daulah Bani Umayah dikarenakan oleh pengkhiantan yang dikerjakan oleh al-wazir Umayyiduddien Muhammad bin al-Alqami ar-tafidhi seseorang Syiah Rafidhah.
7. Kisah Darun Nadwah
8. Wafatnya Sang Pembebas Yerusalem
Pada tanggal 27 Shafar tahun 859 Hijriyyah, bertepatan dengan 15 Februari 1455 M, Sholahuddin menghembuskan nafas terakhir di Damaskus. Para pengurus jenazah terkaget-kaget karena Sholahuddin tidak memiliki harta. Ia hanya memiliki kain kafan dan uang senilai 66 dirham nasirian (mata uang suriah pada waktu itu).
Menjelang wafatnya beliau menyampaikan pesan yang luar biasa “Jangan tumpahkan darah (sesama Muslim -red), sebab darah yang terpecik tak akan pernah tidur”. Beliau meninggalkan penasihat yang merupakan ulama terkenal yakni Ibnu Qudamah, Ibnu Az-Zaki Asy-Syafi’i, dan Ibnu Naja’ al-Qadiri al Hambali.
9. Kemenangan Khaibar
Menurut Ibnu Qayim Al Jauziyah dalam Zaadul Maad, sebetulnya waktu Rasulullah SAW keluar ke Khaibar adalah di akhir bulan Muharram, bukan permulaannya. Sedangkan kemenangannya adalah di bulan Shafar.
Perang Khaibar merupakan peperangan kaum muslimin dengan Yahudi di Khaibar karena bersekutu dengan Raja Hiraklius. Kaum Muslimin menaklukkan sebuag benteng yang berlapis dengan membutuhkan waktu berhari-hari untuk mengepung dan menembus masuk ke bentng tersebut.
10. Hidayah Untuk Bani Udzrah
Bani Udzrah adalah salah satu bani yang mempunyai garis keturunan sampai kepada Qushai, salah satu kakek Rasulullah SAW. Pada bulan Shafar tahun 9 Hijriyah, datang kepada Rasulullah 12 utusan dari Bani Udzroh. Di antaranya Jumroh bin an-Nu’maan. Mereka menyatakan diri memeluk Islam. Rasulullah saw kemudian menceritakan kepada mereka akan datangnya kemenangan atas Syam dan diperanginya Hiraklius hingga akhir imperiumnya.
11. Penaklukan Imperium Persia
Ketika masuk awal tahun ke 14 H khalifah Umar bin al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu memotivasi kaum muslimin untuk berjihad di bumi Irak. Yakni ketika sampai kepadanya berita terbunuhnya Abu Ubaid pada peperangan di Jembatan sungai Eufrat, dan menguatnya kembali kekuatan Persia di bawah pimpinan Yazdigrid dari kalangan Raja Persia yang kafir kepada Allah Rabb semesta alam. Ditambah lagi dengan penghianatan Ahlu Dzimmah di Irak terhadap kesepakatan yang mereka buat dengan kaum Muslimin. Mereka telah melepaskan ketaatan mereka terhadap pemerintah Islam, dengan menyakiti kaum Muslimin dan mengusir para gubernur wilayah yang ditunjuk Khalifah Umar.
Maka Umar radhiyallahu ‘anhu memerintahkan kepada seluruh pasukannya untuk keluar dari wilayah Persia dan berkumpul di penghujung negeri-negeri jajahan Persia.
Pada awal bulan Muharram tahun 14 H khalifah Umar berangkat dari Madinah membawa pasukannya dan singgah di sebuah tempat yang banyak airnya disebut dengan Shirar (sebuah tempat yang terletak tiga mil dari Madinah menuju jalan ke Irak). Di tempat itu Khalifah memerintahkan pasukannya untuk berhenti. Beliau sendiri telah bertekad untuk memimpin sendiri peperangan melawan Irak. Dia telah menunjuk Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu sebagai penggantinya di Madinah. Dalam keberangkatan ini dia membawa sahabat senior seperti Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu dan sahabat lainnya.
Pada bulan berikutnya, batalion khusus yang dipimpin oleh Sa’ad bin Abi Waqqash berhasil menaklukan seluruh wilayah kekaisaran Persia.